Mahasiswa Berprestasi Adalah
Oleh Muhammad Bahrul Ulum *
Pengalaman yang paling mendasar bagi siapa saja yang menginjakkan kakinya pada dunia mahasiswa pasti akan merasakan perjalanan yang sarat dengan makna. Di sana terdapat sebuah proses yang harus dicapainya dengan tidak mudah. Perjuangan pada titik penghabisan adalah modal utama dalam memaknai proses hidupnya. Perjuangan yang tidak pernah padam inilah salah satu modal awal bagi mahasiswa berprestasi (Mawapres).
Mulai dari sini awal dari sebuah sejarah akan diukir. Hanya bagi yang merasakan nikmatnya berkiprah untuk berprestasi akan merasakan begitu cepatnya sejarah itu dan merasakan indahnya langkah demi langkah yang telah ditempuh. Tak ada kemudahan bagi mereka yang tak mau berusaha. Tak ada kesulitan bagi mareka yang telah sekian kali berusaha dan tak kenal lelah.
Begitulah, kira-kira yang saya rasakan sesaat setelah terjun pada dunia kampus. Bagi mereka yang berbangga dan merasakan kemapanannya sedari awal akan tenggelam dalam jurang mimpi. Sementara bagi mereka yang mewujudkan mimpi demi suatu perubahan tentu akan berlelah-lelah dan perlu kesungguhan untuk meraihnya.
Sejauh ini yang saya lihat, hanya mereka yang telah memetakan kehidupannya dan berkomitmen saja yang akan menuai hasilnya dengan indah. Dan tentu bukanlah isapan jempol karena ‘program’ telah terumuskan terlebih dahulu. Namun, sebaik apapun peta yang dibuat, tanpa ditempuh secara konsisten akan menjadi sia-sia.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pertama kali menjadi mahasiswa memang sedikit canggung. Tapi setidaknya dengan peta tadi, kita akan lebih mudah berjalan. Saya sering menemui teman-teman dan adik-adik yang kadang-kadang sudah siap dengan literatur kuliahnya, ada yang antusias dengan kegiatan ekstrakulikulernya, mahir berbahasa asing atau justru tidak menyiapkan semuanya. Memang seuanya berawal dari dorongan pribadi apakah akan melangkah maju, stagnan atau mundur. Langkah stagnan dan mundur adalah wujud ketidaksiapan mereka pada masa transisi, yaitu dari siswa menjadi mahasiswa. Dan ketidaksiapan itu seringkali tercermin dalam sikap masing-masing mahasiswa.
Semester awal adalah peluang yang cukup berarti sekaligus momen yang tepat untuk memulai mengayunkan langkah dan bergelut dengan prestasi. Setidaknya ini sebagai bagian awal untuk belajar menyusun strategi untuk membidik prestasi demi prestasi sejak dini.
Bagi sebagian mahasiswa konservatif, seringkali belum hilang dibenaknya yang menganggap bahwa mahasiswa berprestasi adalah mereka yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) cumlaude, di atas 3.50. Atau bahkan summa cumlaude yang menembus 4.00. Sekiranya tidaklah keliru jika IPK memiliki posisi yang strategis dalam menentukan seseorang sebagai mahasiswa berprestasi. Namun menjadi salah jika parameter untuk menentukan mahasiswa berprestasi sebatas dari nilai akademisnya (IPK).
Pada sisi lain, muncul pula persepsi yang tidak kalah konservatifnya bahwa mahasiswa berprestasi adalah mereka yang memiliki prestasi dalam kejuaraan, baik tingkat lokal, nasional maupun internasional. Dengan prestasi yang diraih tersebut kemudian berbangga dan melupakan aspek penilaian lain yang sangat penting untuk dicapai.
Begitulah potret persepsi atas mahasiswa berprestasi yang tidak dipahami secara komprehensif. Sehingga mahasiswa berprestasi bukan saja mahasiswa yang memiliki IPK tinggi, sering juara kompetisi, aktivis kampus ataupun yang mahir berbahasa asing. Penilaian mawapres ini dilakukan secara menyeluruh bahkan termasuk sikap kita sehari-hari.
Merujuk pada ketentuan dari DIKTI (2011), kriteria penilaian mahasiswa berprestasi meliputi Karya Tulis Ilmiah (30%), Kemampuan Bahasa Asing (25%), Ko Kurikuler (25%), IPK (10%), Psikotes (10%). Lima aspek ini yang merupakan parameter mengenai siapa sesungguhnya yang layak disebut sebagai Mawapres.
Memang untuk mencapainya tidak mudah. Tetapi jika bersungguh-sungguh, siapapun pasti bisa melakukannya. Begitu pula, tidak ada yang tidak mungkin karena setiap mahasiswa memiliki peluang yang sama. Sehingga, suatu keberuntungan tidak akan pernah ada karena kebetulan, tetapi semuanya diraih melalui serangkaian proses yang terencana. Untuk memantapkannya kiranya perlu menggeser arti suatu pembelajaran, yaitu bukan sekedar mengisi air di dalam botol hingga penuh, namun juga menyulut api agar senantiasa membara dalam proses belajar tersebut.
Sebuah Realitas: Tantangan dan Harapan
Seandainya bisa diharapkan, harusnya setiap mahasiswa memiliki prinsip the winner takes all. Dengan Demikian, tidak ada yang salah dengan memanfaatkan seluruh peluang demi pengembangan dan pematangan kualias pribadi. Namun seringkali yang terjadi, mereka terlalu menerima apa adanya, merasa berkecukupan dan terlalu memanjakan diri sehingga peluang demi peluang pun hilang tak terkejar lagi. Baru setelah itu mereka merasakan kehilangan warna hidupnya dengan pengandaian yang buahnya tak akan pernah manis, karena peluang itu tidak akan pernah dapat terulang lagi.
Sekiranya mahasiswa harus pandai dalam manajemen waktunya. Bahkan, melalui aktivitas sehari-hari sehingga dapat mendukung kriteria mahasiswa berprestasi dapat dengan mudah dilakukannya. Selain kuliah sebagai aktivitas wajib bagi mahasiswa, mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang penalaran ilmiah adalah suatu kewajiban. Biasanya UKM seperti itu seringkali bermuatan diskusi, seminar, kepanitiaan kegiatan dan kompetisi. Khususnya pada UKM yang khusus dalam penelitian ilmiah, sehingga kita menjadi lebih sering mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI).
Sisi positifnya adalah, kita memiliki kesempatan yang lebih baik untuk dapat belajar lebih intensif pada kakak tingkat yang telah memulai berkarya, yang tentu berbeda saat kita tidak tergabung dalam UKM tersebut. Sehingga ini menjadi modal untuk menulis sebuah Karya Tulis Ilmiah dalam Mawapres nanti. Yang menarik adalah, di samping kita berkarya, mengasah keterampilan dalam menulis sekaligus, keanggotaan/pengurus dan terlibat dalam kepanitiaan dalam kegiatan UKM sehingga mengantarkan kita untuk melengkapi ko kurikuler sebagai salah satu kriteria Mawapres.
Lebih jauh lagi, kriteria organisasi yang harus dipenuhi dalam mawapres adalah sepuluh organisasi, yaitu lima untuk organisasi intra kampus dan lima untuk organisasi ekstra kampus. Kriteria ini yang cukup susah dan menghabiskan waktu dalam berkegiatan.
Bersamaan dengan itu, kemampuan bahasa asing juga menjadi pertimbangan penting untuk ditekuni. Hasilnya pasti akan kita rasakan pada saat membuat ringkasan karya ilmiah dan mempresentasikannya di hadapan dewan juri mawapres. Sehingga alternatif yang dilakukan dapat mengikuti UKM bahasa asing, mengikuti kursus bahasa asing dan melatih kelancaran berbahasa asing, khususnya Bahasa Inggris.
Di samping itu, kita harus rajin mengikuti seminar, menjadi penyaji makalah dan moderator kegiatan ilmiah (regional, nasional, internasional). Tingkatan kegiatan yang lebih tinggi akan menghasilkan nilai yang lebih bagus, yaitu apabila pada tingkat internasional, maka peluang menjadi mawapres menjadi lebih besar. Sedangkan kriteria terakhir adalah psikotest yang merupakan penilaian kepribadian calon mawapres yang melihat kesesuaian prestasi dan sikapnya yang dinilai pada rangkaian seleksi mawapres.
Jika kita melihat lima kriteria tersebut tentu tidak mungkin akan kita penuhi hanya dalam waktu satu tahun atau beberapa bulan. Sehingga perlu kerja keras untuk segera meletakkan fondasi dalam pemikiran kita untuk memulai mengumpulkan persyaratan sedari sekarang. Seringkali ini menimbulkan frustasi atau justru menjadi semangat untuk membuat kita semakin tergerak sekaligus tantangan yang harus dihadapi.
Menuju Mahasiswa Berprestasi
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mahasiswa berprestasi yang sesungguhnya adalah mahasiswa yang telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan di atas melalui serangkaian seleksi. Sehingga mereka yang berprestasi salah satu dari lima kriteria, masih belum layak disebut dengan Mawapres.
Pemilihan Mawapres diselenggarakan setiap tahun secara berjenjang mulai dari tingkat fakultas, universitas dan nasional. Pemilihan Mawapres tingkat fakultas dilakukan pada semester genap yang akan memunculkan Mawapres 1 tingkat fakultas untuk mewakili pada tingkat universitas. Setelah terpilih Mawapres 1 tingkat universitas, ia akan mewakili pada tingkat nasional melalui dua mekanisme seleksi, yaitu tahap awal dan tahap akhir.
Tentu setiap mahasiswa berharap menjadi mahasiswa berprestasi, namun proses panjang merupakan sebagai tantangan yang harus dihadapi demi mewujudkan harapan tersebut. Selamat berjuang menjadi mahasiswa terbaik, mahasiswa berprestasi yang akan mengharumkan fakultas dan universitas masing-masing. Kesempatan ada di tangan kalian dan masa depan bangsa terletak pula di tangan kalian semua. Bersikaplah untuk senantiasa mengarah pada suatu kreasi untuk prestasi, sebagai wujud mengabdi pada Ibu Pertiwi.
* Penulis adalah Mahasiswa Berprestasi Universitas Jember.