Kehancuran Itu Bernama SERAKAH
Setiap orang memiliki hak, hak melakukan yang baik dan hak melakukan yang buruk. Namun hal itu berbeda jikalau kita adalah orang yang bertuhan. Bahwa di situ ada kewajiban melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Segala yang baik mungkin akan terasa menyakitkan, sebaliknya mungkin juga yang buruk justru terasa menyenangkan. Ketahuilah itu hanya perasaan manusia dan bukankah perasaan yang seperti itu hanyalah tabir semata, apa yang terlihat di luar, bukan sesuatu yang lebih hakiki dari kehidupan kita ini?
Jika kita masih mengaku bertuhan, dan orang-orang itu masih mengaku bertuhan pula, kenapa semakin banyak jumlah orang serakah? Lantas, apakah kita juga akan larut dan harus merelakan hati nurani ini tercabut dalam-dalam, bersedia masuk daftar panjang orang-orang serakah di muka bumi ini?
Bukankah sudah diajarkan kepada setiap umat bahwa betapa aniaya dan hinanya para orang serakah itu pada masa sebelum kita? Bukankah setiap suatu kejayaan pada setiap masa hancur hanya karena serakah? Serakah memang sederhana, terkadang kita anggap hanya, tapi itu besar.
Karenanya, dari setiap kejadian, setiap masa yang selalu bersambut, selalu diperintahkan untuk belajar, agar mengambil hikmah di balik semua itu.
Berapa lama kita dididik agar berpendidikan, berpandangan luas dan berhati yang mulia? Berapa banyak pula kita setuju bahwa serakah itu tidak pernah memberikan kemanfaatan sedikitpun bagi siapapun, lantas kita pula yang dulu mengutuk para orang serakah itu, mengecam para koruptor pula. Namun, belakangan kita perlahan mengingkarinya.
Di balik itu, berapa lama pula kita percaya bahwa Tuhan itu ada dalam keyakinan hati kita? Berapa banyak Kitab-Kitan Tuhan bertuliskan petunjuk dan peringatan bagi manusia untuk selalu menjauhi itu? Lantas, kenapa mudahnya kita harus terseret dalam perangkap nafsu itu? Ternyata perlahan juga hanyut dalam jurang, menjadi pelaku yang menorehkan sejarah keserakahan dunia itu. Lantas benarkah bahwa kita hidup di dunia yang sekali ini ingin menjadi orang yang buruk karena sifat dan perilaku serakah itu?
Mari kita untuk terus belajar, belajar dari kehidupan, belajar untuk saling merasa dan meraba nurani diri. Mari kita pula untuk kembali belajar dari sejarah dunia. Sebelum semuanya terlambat, sebelum penyesalan itu datang. Jika kita tidak mau rugi atas perilaku orang-orang yang serakah, kenapa kita harus serakah yang pasti merugikan banyak orang lain. Masih banyak kebajikan yang mendatangkan manfaat, yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Mari selalu kita lakukan yang baik dengan yg terbaik, perubahan besar dimulai dari diri kita sendiri.