Hujan Telah Berbohong Kepadaku

Siang itu, aku merasa telah dibohongi hujan. Entah hujan memang sengaja membohongiku atau kebohongan itu lantaran ia yang tengah dirundung kegalauan tingkat perempatan jalan. Yang jelas, rasanya aku telah ditipu hujan.

Beginilah cerita itu…

Jumat siang, aku barus saja selesai dari Masjid. Aku telah usai menunaikan ibadah Shalat Jumat. Tak seperti biasanya, hari itu aku melaksanakannya di Masjid Unair.

Ketika di jalan, aku sudah sempat berpikir, “panas sekali hari ini”. Bahkan aku menyesal kenapa aku tidak memakai jaket untuk melidungi kulit aku dari sengatan tajam matahari.

Namanya sudah terlanjur, tak apalah. Toh, jaraknya ke kampus Unair juga dekat, bentar lagi juga sudah sampai. Dan akhirnya tidak ada 5 menit pun sudah sampai.

Tapi tidak langsung menuju masjid, melainkan ke FH Unair dulu (hee… maklum nasib orang numpang). Aku sekitar 5-10 menit berdiri di sudut kirii Gedung A FH Unair. Duh, absurd sekali rasanya. Untung saja sikap cuekku kembali membahana, sehingga tidak begitu terasa canggung di sana (maklum bukan kampusku).

Abis itu langsung menuju masjid dari kampus FH Unair ke masjid tersebut dengan jalan kaki. Seperti yang telah kutuliskan sebelumnya, aku tidak merasakan nikmatnya menunaikan Shalat Jumat karena kurang tepatnya makhraj imam dalam membaca surat dalam shalat. Dan ini membuat aku merasa tidak betah.Waktu itu aku juga sempat nyumpahin tidak akan pernah Shalat Jumat di masjid itu lagi.

Keluar dari masjid, eh ternyata, si teman ini tak lekas pulang. Ada saja yang dikerjakan. Dari temu kangen lamanya lah, dari mengbalikan buku titipan temen lah, ada saja alasan untuk menunda pulang. Padahal, langit sudah muram, pertanda langit akan menumpahkan kesedihannya ke bumi Airlangga ini.

Usahain deh, kalau diri sendiri masih bisa mengerjakan sesuatu jangan pernah ingin meminta bantuan orang lain. Orang minta bantuan itu kayak sok banget, sama halnya orang yang suka nitip itu juga kayak sok sibuk banget, padahal kenyataannya belum tentu kan? Nah hlooh…

Apa susahnya sih mengembalikan bukunya sendiri?

Oke Kembali ke topik utama.

Sekitar sejam saya duduk manis di depan kampus Unair. Dan sejam pula aku merasa galau kenapa waktu begitu lamanya. heee…

Pas pulang, teman aku sih berniat beli jas hujan, mungkin untuk jaga-jaga kalau entar hujan. Tapi… Itu jas hujan yang cuma buat seorang. Aku ndak kebagian. Oke, hatiku menenangkan diri semoga hujan dimoratorium dulu.

Pas hampir sampe kantor, eh, hujan menangis beneran, layaknya air terjun. Sumpah, deras sekali. Oke, saya punya siasat, saya pasti akan basah kalau dibonceng sepeda terus. aku pun memutuskan untuk tidak dibonceng, aku memutuskan untuk lari menuju kantor (soalnya kalau suah sampai sini, kalau dengan berjalan lebih dekat ketimbang naik sepeda).

Aku lantas berlari kencang layaknya seekor singa yang tengah semangat mencari mangsa. Pas di tengah-tengah aku lari, eh hujannya berhenti total. Duh….

Duh, tahu gitu aku duduk dulu sebentar ndak perlu lari-lari. Hujannya juga kenapa ndak stabil ini, apakah engkau bermaksud membuatku teraniaya, engkau rela berbohong. Atau Engkau tengah galau dengan perilaku masyarakat yang sudah tidak pro lingkungan ini?😀

.