Welcome to Brisbane!
Pagi, 11 Maret 2023, pesawat Qantas yang aku naiki mendarat di Sydney International Airport. Langsung, aku bergegas keluar pesawat dan berjalan menuju imigrasi. Semua proses berjalan lancar. Hal unik di Imigrasi Australia adalah, paspor kita tidak ada cap/stempel kedatangan. Semua perekaman riwayat sudah secara elektronik, meskipun pasporku ini bukan e-passport.
Setelah itu, aku menuju pengambilan bagasi yang aku bawa dari Indonesia. Dalam perjalanan jauh menuju Brisbane ini, aku hanya membawa satu bagasi dengan berat sekitar 26 kg dan satu tas ransel dengan berat sekitar 7 kg. Selanjutnya, berjalan menuju Bagian Beacukai dan semuanya berjalan lancar. Kemudian, di pelataran bandara, aku membeli simcard. Beberapa teman yang sudah lama di Australia merekomendasikanku membeli kartu dengan provider Optus, sayangnya entah aku malah membeli kartu dengan provider Telstra. Belakangan baru tahu, masih katanya juga, sinyal Telstra masih lebih bagus dari Optus, meskipun keduanya adalah salah satu di antara provider terbesar di Australia.
Perjalanan belum selesai! Tujuan akhirku adalah Brisbane. Di Sydney sebatas transit sebentar, beberapa jam. Aku harus bergegas agar tidak tertinggal pesawat. Infonya, dari teman-teman yang sudah di Brisbane, yang transit di Sydney, ada yang harus berkejaran dengan waktu karena mepetnya waktu transit dan jarak bandara internasional dan domestik yang tidak dekat.
Setelah membeli simcard, dan memasang kartu baru tersebut di iPhone, segera bergegas dengan barang bawaan menuju terminal domestik. Aku berjalan beberapa meter (mungkin 50 meter) untuk check-in transit. Barang bawaanku diperiksa kembali dan proses ini membutuhkan waktu antre yang cukup panjang. Baru kemudian, untuk menjangkau terminal domestik, aku (beserta penumpang transit lainnya) menaiki shuttle bus bandara menuju bandara domestik.
Perjalanan tidak begitu lama. Setelah sampai terminal domestik, aku agak bingung. Gate boarding pesawatku masih belum dibuka. Lapar, mau beli makanan kok harganya mahal (memang ternyata ya segituan sih wkwkwk). Ya, aku pilih makan roti yang kubawa dari Indonesia aja. Haha…
Oh my God. Aku baru sadar ternyata waktu Sydney itu lebih cepat 1 jam dari Brisbane. Awalnya kukira perjalanan pesawat dari Sydney nanti adalah 30 menit saja. Ternyata, perjalanan ini membutuhkan waktu 1 jam 30 menit.
Singkat cerita, semua proses berjalan lancar, naik pesawat menuju Brisbane dan sampailah di Brisbane.
Welcome to Brisbane! Sampai juga di Bandara Brisbane, dengan rasa yang sudah mulai capek tapi masih tetap harus semangat. Aku dijemput oleh agen dari kampus menuju akomodasi sementara. Kali pertama menginap 5/6 hari pertama di Riverhills. Apabila naik bus, aku membutuhkan waktu sekitar 1 jam lebih untuk sampai kampus.
Saat kali pertama menginjakkan kakiku di Australia, terkhusus di Brisbane, aku tanamkan niat dalam hati dalam-dalam. Aku ingin benar-benar membebaskan diri, melepaskan semua beban, penat, masalah dan kenangan-kenangan buruk yang baru saja aku temui dan hadapi. Aku harus menjadi manusia yang merdeka, memiliki kesempatan untuk memilih dan membuat keputusanku sendiri. Aku ingin memulai fase baru, kehidupan baru, dan hal-hal yang membuatku berkembang dan melesat maju menjadi versi terbaik dari versi kehidupanku sebelumnya.
Meskipun, awal sampai, di sini, sempat bertanya dalam hati. Beneran ya ini Australia? Sampai beberapa pekan, di kepala ini ada pertanyaan-pertanyaan: “Serius, 4 tahun akan tinggal di sini?”, “Aku beneran ya bakal berhasil studi S3 di sini?”, “It is just a start, long journey to go”, “Jauh dari keluarga, jauh dari semuanya, sendirian!” dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang selalu datang, apalagi saat menjelang tidur hingga larut dini hari. Kurasa itu hal manusiawi. Rasa suka, bahagia, sedih, duka, khawatir itu adalah hal yang manusiawi.
Aku sempat ucapkan terima kasih pada diriku sendiri, dalam awalan perjalanan yang tampaknya penuh tantangan ini. Terima kasih ya, aku, yang sudah membuat keputusan-keputusan besar dalam kehidupan, melangkah hingga sejauh lebih dari 4800 km dari kampung halaman, untuk mengejar cita-cita, studi S3, pendidikan lanjut. Ini bukan perkara mudah. Beradaptasi dan belajar di lingkungan baru, asing. Berkomunikasi tidak dengan bahasa Ibu, jauh dari keluarga, apalagi sempat ada masalah yang sangat lucu dan tidak masuk akal, tidak masuk nurul tapi nyata haha…
Ya, perkara berat, yang harus dijalani dengan legowo, ikhlas, dan diniati tidak lain untuk menuntut ilmu agar menjadi manusia yang lebih berguna untuk kebaikan.