Pro dan Kontra Fatwa Haram Merokok

Belum lama ini, Majelis Tarjih dan Majelis Tajdid PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram merokok. Larangan merokok ini terkait partisipasi Muhammadiyah dalam membangun dan melindungi kesehatan masyarakat serta menciptakan lingkungan kondusif bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin di Indonesia.

Tanggapan masyarakat atas fatwa ini pun beragam. Terdapat pihak yang pro dengan mendukung fatwa tersebut, ada pula yang kontra terhadap fatwa tersebut. Pihak yang kontra terhadap fatwa haram merokok tidak setuju apabila status merokok ditingkatkan menjadi haram.

Setidaknya, pihak yang kontra terhadap fatwa tersebut berdalih bahwa dengan diharamkan merokok, maka akan berimplikasi pada kehidupan masyarakat di Indonesia terutama dalam pekerjaan umatnya. Mereka mencontohkan, apabila merokok menjadi haram, maka warga Indonesia yang bekerja pada pabrik rokok akan kehilangan pekerjaannya, sedangkan saat ini masih belum ada upaya untuk menanggulangi pengangguran akibat kemungkinan ditutupnya pabrik rokok. Selanjutnya dari sisi Hukum Islam, merokok hukumnya adalah makruh, bukan haram, sehingga tidak bisa dibenarkan bahwa merokok adalah haram.

Analisis
Dalam perspektif kesehatan, setidaknya rokok yang saat ini dijual di pasaran telah mengandung nikotin dan tar yang terdiri atas 4000 jenis racun kimia berbahaya dan 69 zat diantaranya bersifat karsinogenik dan sifat adiktifnya membahayakan hidup dan kehidupan, kelangsungan hidup serta tumbuh kembang manusia. Lebih lanjut, rokok sebagai zat yang berbahaya bagi kesehatan dan menimbulkan penyakit serta penyebab kematian.

Dalam perspektif Hukum Islam, rokok bisa dikategorikan barang yang buruk/kotor. Dengan menyitir pendapat Prof. Dr. Syamsul Anwar, bahwa “rokok termasuk haram dengan alasan merupakan barang yang banyak mengandung bahaya pada kesehatan bagi perokok maupun orang lain yang terkena paparan asap rokok dan termasuk kategori al-khaba’is (barang buruk/ kotor)”. Hal ini dilarang dalam Al-Qur’an pada surat An-Nisa’ ayat 29, “Jangan kamu membunuh dirimu sendiri…” dan surat Al-Isra’ ayat 26-27 “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” dan “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Terlepas dari fatwa haram merokok oleh PP Muhammadiyah, Pasal 113 ayat (2) UU Kesehatan secara expresiv verbis telah menyatakan bahwa tembakau merupakan zat adiktif. Implikasinya, rokok telah berstatus menjadi barang berbahaya dalam kelangsungan hidup manusia.

Dalam perspektif konstitusi, negara wajib melindungi, menjamin, dan memenuhi hak hak konstitusional masyarakat (obligation to protect, guarantee and fulfill) dalam mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sehingga dengan diharamkan merokok, berimplikasi pada terpenuhinya kebutuhan masyarakat untuk hidup sehat bebas dari ancaman bahaya rokok.

Dijelaskan pada Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 bahwa dalam bidang perekonomian nasional, mengandung makna terhadap produksi rokok yang harus senantiasa memperhatikan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan berwawasan lingkungan. Produksi rokok harus melihat prospek kesehatan masyarakat dalam upaya melindungi masyarakat terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh rokok sbg manifestasi dan implementasi atas konstitusi hijau (green constitution).

Penutup
Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, maka fatwa PP Muhammadiyah mengenai haram merokok menjadi suatu keniscayaan dan menjadi kebutuhan dalam kelangsungan hidup setiap manusia. Oleh karena itu, sudah seyogianya masyarakat menyadari akan bahaya besar yang ditimbulkan oleh rokok.

Wallahu A’lam Bisshowab.

Leave a Comment