Jangan Remehkan yang Kecil #Makara2

Beberapa detik setelah kejadian itu aku juga meminta pertanggungjawaban pengendara mobil yang berbelok arah secara tiba-tiba itu. Posisi aku sebagai pengemudi motor dari arah berlawanan tentu sangat dirugikan, dari kendaraanku yang ringsek, tubuhku yang luka dan memar hingga banyak waktuku yang tersita sedangkan di esok hari harus segera bertandang ke Depok.

Meskipun peluangku untuk berangkat ke Depok itu masih ada, tapi sudah banyak waktu yang sudah terbuang dari kecelakaan ini. Aku harus banyak waktu berstirahat dan tidak bisa banyak melakukan persiapan dalam presentasi makalah di UI nanti. Apakah daya pula, malam sudah memperhadapkanku dengan maut dan waktu juga telah menyelamatkanku dari maut pula. Ini hal yang sudah sepatutnya perlu aku syukuri.

Pengemudi mobil itu pun agak berbelit-belit dan terasa ketus tiap kali menjawab pertanyaanku. Aku pun mengancamnya dan sudah mencatat nomor mobilnya baik-baik jika tidak mau bertanggungjawab dari keadaan ini. Pada akhirnya Ia pun bersedia bertanggung jawab dan lantas Ia meminta seorang warga untuk mengantarkanku ke rumahnya. Aku dibonceng oleh seorang warga setempat yang tidak aku kenal, karena aku tak kuasa lagi mengendarai sepeda motor dengan keadaan yang seperti ini.

Beberapa menit kemudian setelah sampai di rumahnya, aku menghubungi kakakku untuk menjemputku di rumah ini. Kemudian dengan badan yang sudah tidak oke, mereka bertanya-tanya tentang aku, keluargaku dan tempat tinggalku, kami berbincang-bincang agak lama.

Pengemudi tadi ternyata adalah seorang pemuka agama di wilayah ini. Ia juga kenal dengan almarhum kakekku. “Baguslah kalau begitu”, dalam batinku. Ya, aku rasa setidaknya aku tidak perlu panjang lebar menjelaskan kepadanya, selain kondisiku yang sudah lemah juga sebenarnya aku merasa sedikit enggan bercakap banyak dengannya.

Ia menjelaskan bahwa Ia mengenal almarhum kakekku karena juga pemuka agama yang cukup di kenal oleh para kalangan pemuka agama pada beberapa dekade silam. Selain itu, almarhum kakekku pernah belajar di salah satu pesantren yang pengemudi juga pernah menimba ilmu. Namun satu hal yang tak luput dari penilaianku adalah, si pengemudi yang sekaligus ulama setempat ini tetap saja kurang bijaksana dalam bertutur dan bersikap terhadap orang lain. Terkadang kata-katanya sedikit meninggikan dirinya yang sepatutnya tidak demikian untuk seorang ulama yang konon tinggi ilmunya.

Beberapa menit kemudian aku diberi obat untuk menyembuhkan luka dan lukaku dibasuh dengan air panas dan diseka dengan kapas yang sudah diberikan obat luka. Ternyata luka di kaki kiri ini yang membuatku sementara berjalan tampak pincang. Sebenarnya lukanya tidak terlalu parah, tapi karena terletak di lipatan kaki, sehingga tampak seolah aku sehabis kecelakaan dalam keadaan parah.

Beberapa waktu kemudian kakak dan Ibuku datang. Mereka langsung menanyakan keadaanku dan kemudian menanyakan bagaimana keadaan sepeda motor dan pertanggungjawaban si pengemudi mobil tadi.

Ia sanggup bertanggung jawab dengan memperbaiki kerusakan sepedaku. Untuk sementara sepedaku ditinggal di tempatnya karena masih akan diperbaiki dan aku diantarkan pulang olehnya.

***

Dengan modal optimisme, semangat dan tak kenal lelah, keesokan harinya aku bangun pagi-pagi. Aku harus menyiapkan dari pakaian hingga bahan presentasi yang harus dikemas sebelum siang menjelang. Aku harus sudah sampai di stasiun kereta api sebelum pukul 11.59 WIB sebagaimana jadwal keberangkatan kereta api yang hendak aku naiki.

Aku berangkat dari rumah pukul 08.30 WIB diantar oleh kakak ke kampus. Aku maish harus ke kampus karena menunggu berkas karya ilmiah dari timku untuk kompetisi berikutnya yang deadline-nya dalam minggu ini. Sehingga, aku memutuskan berkasi tersebut sekalian aku bawa untuk diserahkan langsung kepada panitia di kampus FHUI.

Semuanya berjalan tidak seperti yang sudah diharapkan. Entah karena timku yang sudah mendapatkan job description masing-masing itu lambat dalam bekerja atau birokrasi yang memperlambat mereka, yang jelas hingga pukul 11.00 WIB naskah masih belum juga bisa aku bawa. Aku masih harus menunggu beberapa waktu lagi.

Sambil menunggu mereka, aku berbincang-bincang dengan seorang dosen di ruangannya. Kesimpulannya, Ia menganjurkan untuk membeli pula tiket pulang. Karena jika tiket pulang tidak dipersiapkan biasanya yang terjadi adalah kehabisan tiket. Karena aku mempertimbangkan keadaanku yang sudah tidak normal pasca kecelakaan dan untuk mengantisipasi kejadian buruk dengan kehabisan tiket pada hari ke depan, akhirnya aku segera membuka website resmi maskapai penerbangan termurah. Aku menjumpai harga tiket pesawat yang lebih murah daripada harga tiket kereta untuk perjalanan pulang nanti.

Selanjutnya, aku dengan bantuan seorang teman pergi ke agen tiket pesawat untuk membeli tiket pesawat tersebut. Sedangkan waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Prediksiku dengan waktu 30 menit masih mencukupi untuk pergi ke agen tiket dan perjalanan menuju stasiun kereta api. Semuanya masih aman dan terkendali.

Leave a Comment