Antara Ind(ones)ia dan Indo-one-asia
Minggu ini lumayan banyak kegiatan. Dibanding minggu-minggu sebelumnya, minggu-minggu ini lumayan lebih banyak kegiatan keluar. Nah, ketika banyak kegiatan di luar itu tentu juga bertemu banyak orang dari beragam suku, budaya, bahasa dan negara.
Dalam minggu ini yang paling kuingat ketika di tengah jalan setidaknya adalah tentang pertanyaan yang cukup absurd jika itu ditujukan kepadaku. Ya, sudah tiga kali dalam minggu ini ada orang India bertanya kepadaku tentang arah di beberapa tempat di Hyderabad.
Ah jangan tanyakan kepadaku tentang arah, anda salah orang. Karena dapat dipastikan jika aku mengarahkannya justru anda akan tersesat. Ya, karena aku saja juga masih bingung dengan arah kota terbesar keempat di India ini.
Tapi oh tapi nih ya. Aku di sini bukan akan bercerita tentang arah di beberapa titik di Hyderabad, ceritaku bukan tentang itu. Aku di sini hanya ingin bercerita tentang betapa terkejutnya jika sudah sampai ada tiga orang menanyakan arah suatu tempat di kota ini kepadaku.
Tentu setiap orang yang menanyakan suatu tempat sudah menduga bahwa orang yang ditanya sudah tahu akan tempat ini. Atau bahkan mereka sudah menganggap orang yang ditanyai itu adalah penduduk atau orang asli India yang paham akan daerah yang bersangkutan. Sangat susah diterima akal jika orang asing dari negara seberang yang baru saja 3 bulan di Hyderabad ditanyai hal-hal tentang arah dan tempat barunya.
Tapi ini nyata. Dan selalu, aku hanya bisa termangguk-mangguk sambil tertawa dalam hati. Oh ada apa gerangan mereka memutuskan untuk melempar pertanyaan kepadaku.
Kemudian, muncul sebuah pertanyaan yang menarik pikiran saya, benarkah tampang saya sekarang sudah mengindia? Setidaknya, benarkah jika saya sudah kelihatan seperti orang India yang bahkan orang-orang India saja sulit membedakan warganya dengan warga negara lain?
Pertanyaan ini kusampaikan karena tidak tahu jawaban yang pasti iya dan tidaknya. Entah, aku tidak tau dan tidak bisa menjawabnya sekarang. Namun, yang kualami kemarin hari Jumat siang ketika berkunjung ke Legislative Assembly of Hyderabad (DPRD Hyderabad), ketika sampai pintu masuk, seorang pengawai dengan yakinnya langsung menebak benarkah kalau aku ini orang Assam (wilayahnya terletak di India bagian Timur-Utara)?
Jika dia menganggap warga asing, tentunya menanyakan terlebih dahulu, asli mana.Ini tidak, bahkan dia tidak menanyakan itu. Tentu ini bikin aku cengar-cengir dan dalam hati berkata “Yah, dikira orang India lagi, apasih salah muka aku”. hiks…
Kalau menurut Wikipedia dapat dimaklumi bahwa ternyata masyarakat Assam, menurut sejarahnya, merupakan masyarakat yang berasal dari Asia Tenggara. Mungkin karena masyarakat Assam memiliki darah atau keturunan Asia Tenggara yang membuat mereka berbeda dengan masyarakat India di Hyderabad.
Ah tapi rasanya ndak juga. Walaupun masyarakat Assam masih memiliki keturunan Asia Tenggara, tetap saja karakter Indianya masih nampak.
Apalagi nih, justru sebaliknya, baru minggu lalu mahasiswa dari Uzbekistan-Afghanistan dan mahasiswa dari negeri perbatasan eropa justru menebak aku adalah orang China. Satu hal lagi yang membuat bikin pasti adalah para mahasiswa dari benua Afrika setidaknya tahu kalau aku adalah orang dari Asia Tenggara.
Yah, apa-apaan lagi nih kalau aku dikira orang China. Beberapa hari yang lalu orang India juga sempat mengira aku orang China. Memang mataku agak sipit sih, tapi tidak kemudian harus menjatuhkan anggapan bahwa aku orang China donk.
Eits…. Tunggu dulu, lagi dan lagi… Baru saja tadi sore, ada seorang pemuda India tanya kepadaku, di mana letak asrama mahasiswa Osmania University. Jadi ini ceritanya pemuda India tanya pada pemuda Indonesia tentang India. Kalau seperti ini kata apalagi selain absurd? hiks. Random dah.
Oke… Oke… Aku menulis ini bukan karena aku anti dengan anggapan bahwa aku orang Assam atau orang China. Namun kita harus melihat fakta bahwa sesungguhnya antara India, Assam, China dan Indonesia itu berbeda, termasuk penduduknya dan yang paling gampang dikenali adalah dari fisik tubuh dan wajahnya. Alagkah baik dan bangganya jika mereka setidaknya menganggapku sebagai orang Asia Tenggara. Dan lebih bangga lagi jika mereka menganggapku orang Indonesia.
Terlepas dari itu semua, memang tidak dapat dipungkiri beberapa abad lalu lamanya, Jawa dan Nusantara merupakan tempat yang strategis dalam perdagangan dunia. Banyak para pendatang dari Arab, China dan India mendiami wilayah Indonesia. Bahkan, tidak hanya berdagang, mereka juga kemudian bervisi menyebarkan agama dan pada akhirnya melahirkan akulturasi budaya dan percampuran keturunan.
Mungkin akibat dari beberapa abad lalu lamanya itu, kemudian menjadikan warga negara Indonesia menjadi lebih berwarna dari warga negara lain di Asia. Dan dari sini aku bangga menjadi orang Indonesia, karena sejarah telah membuktikan kepadaku sesungguhnya Indonesia di masa lalu menjadi pusat peradaban dan berkumpulnya manusia di Asia.
.
Artikel Terkait: