Kegiatan akhir pekan, 15 hari di Nagoya

Sepertinya saya belakangan sangat susah tidur. Bahkan hingga tengah malam masih belum bisa tidur. Termasuk malam ini, waktu sudah menunjukkan puku 01:00 dini hari. Daripada terlarut dalam keheningan, akhirnya saya putuskan untuk menulis catatan ini. Moga-moga setelah tulisan ini selesai saya bisa tidur pulas. Atau saya perlu mengubah ritme waktu saya? Saya gunakan waktu tengah malam untuk hal-hal yang lebih produktif hingga menjelang pagi. Ini dulu sempat jadi aktivitas saya dan saya merasa bekerja di waktu tengah malam bisa lebih fokus dan tenang.

Oh iya. Saya sudah absen posting artikel beberapa hari lalu. Saya tidak rutin lagi posting satu hari satu tulisan. Ternyata itu juga lumayan berat. Apalagi saat saya harus segera menyelesaikan draft artikel untuk publikasi. Baru tadi sore saya selesaikan terjemahan artikel yang akan saya kirimkan ke redaksi jurnal. Namun sebelumnya masih perlu tahap proofreading dari native speaker.

Saya mungkin tergolong perfeksionis. Itulah sebabnya saya membutuhkan waktu yang sedikit lama dari deadline saya yang seharusnya itu semua sudah selesai di minggu lalu. Saya merasa tidak puas. Tulisan yang tidak ada dinamika dan tidak berisi hal-hal kompleks itu kurang menantang. Justru adanya konflik menjadi hal yang menarik untuk dibaca, daripada sekedar deskriptif. Ini juga salah satu alasan bahwa saya sudah pernah dua kali ditolak redaksi jurnal terindeks scopus dengan alasan tulisan saya terlalu deskriptif dan kurang berisi challenging arguments.

Susahnya jadi ilmuwan zaman now!!! 😀

Tapi memang ilmuwan harus memiliki tulisan yang berisi kontribusi terhadap keilmuan. Sebaliknya, bukan sekedar menjelaskan kembali apa yang sudah ada dalam bahasa yang lebih deskriptif. Itulah tantangan yang selalu saya hadapi saat menulis artikel jurnal.

Saya menulis catatan ini pun sebenarnya sebagai pembiasaan untuk bisa mengungkapkan ide-ide yang ada di pikiran dan (perasaan juga lah,hee) dengan sebaik-baiknya dengan sejelas-jelasnya. Jadi inilah media bagaimana saya secara tidak langsung untuk membiasakan diri untuk terus menulis. Memang relatif lebih mudah sih, karena hanya mengungkapkan aja pengalaman dan pikiran yang ada. Beda dengan academic writing, harus memiliki refeensi yang cukup untuk menjustifikasi asumsi dan struktur kebahasaannya baik diksi, kalimat dan paragraf bebar-benar terkonsrtruksi dengan kuat dan padat.

I will remain to take such challenges.

***

Hari sabtu kemarin saya akhirnya, pertama kalinya, menghabiskan weekend dengan berkeliling Nagoya. Banyak tempat yang harus dikunjungi, tapi saya atas rekomendasi teman yang sudah lebih dulu di sini memutuskan hanya berkunjung ke tiga destinasi. Pertama adalah Nagoya Castle, kedua dalah Nagoya TV Tower dan yang terakhir adalah Osu Kannon. Destinasi lain mungkin di akhir pekan berikutnya.

Seperti sudah saya ceritakan sebelumnya, kita bertemu di Motoyama Sta. Kita pergi berempat, saya, Ratta Mbak Yati dan suaminya. Setelah bertemu di Motoyama Sta., petualangan dimulai. Kita memulainya dengan berangkat dari Motoyama Sta. Saya membeli one day ticket seharga 600 Yen. Itu harga yang murah, karena untuk harga selain akhir pekan adalah 870 Yen. Jadi, kalau jalan-jalan di Jepang ambil akhir pekan saja, karena bisa hemat hingga 270 Yen untuk biasa transport. Tiket itu bisa digunakan sepanjang hari baik menggunakan MRT/subway ataupun bus. Tapi, kali ini saya hanya menggunakan Subway.

Apa kurangnya coba. Jepang punya subway yang keren. Seluruh wilayah Nagoya terhubung dengan subway. Jadi, tidak perlu khawatir untuk jalan-jalan di kota dengan mengandalkan subway yang mirip dengan MRT-nya Singapura. Terasa sangat nyaman, aman dan tentu saja sangat tertib.

Saya hanya butuh waktu 30 menit untuk menjangkau Nagoya Castle dari Motoyama Sta. Waktu yang relatif cepat dan benar-benar efisien. Sesampai Nagoya Castle saya merasa beruntung. Memang, Mbak Yati bilang sedang ada festival di Nagoya Castle. Dan, selama festival berlangsung, kurang lebih dua hari, untuk masuk Nagoya Castle tidak dipungut biaya. Harga normal adalah 500 Yen.

Area Nagoya Castle tampaknya sudah tidak begitu mempertahankan kekunoannya. Beda jauh dengan suasana kekunoan dan kesejarahan bangunan-bangunan di India. Saat menginjakkan kaki di tempat-tempat bersejarah di India, saya merasakan seperti hidup di masa berjayanya kerajaan itu, Beda dengan di Nagoya Castle, tidak ada imajinasi hingga ke sana karena memang kekunoannya sangat terbatas. Pun itu ada hanya beberapa bangunan dan beberapa puing-puing yang tidak lebih baik dari puing-puing Hampi sebagai bekas markas Kerajaan Vijayanagara di India Selatan yang masih tersisa bangunan kuno dengan kokohnya.

Saya berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Nagoya Castle justru menurut saya lebih banyak pepohonannya daripada bangunannya. Sayangnya, saya datang di bulan yang tidak begitu tepat. Saat akhir November nanti, katanya, dedaunan pohon yang hijau itu akan memerah. Itulah yang disebut dengan tibanya musim gugur, ditandai dengan memerahnya dedaunan yang tadinya berwarna hijau. Mungkin nanti di akhir November apabila masih berkesempatan saya akan coba datang ke sini lagi.

Sebelum saya keliling Nagoya Castle, saya sempat menonton pertunjukan yang bertempat di padang rumput. Pertunjukan itu lebih familiar dengan nama samurai. Saya tidak tahu bahasa Jepang, tapi sepanjang yang saya tangkap dari pertunjukan itu adalah semacam drama tentang kesatriaan oleh para samurai. Saya merekam beberapa klip video dan mengambil beberapa foto. Nanti saya ingin coba kompilasi dan saya jadikan satu atau dua video petualangan saya selama di Jepang. Saya akan usahakan upload di Channel YouTube saya.

Sepertinya ceritanya sampai sini dulu. Untuk Nagoya TV Tower dan Osu Kannon akan saya ceritakan kemudian, menyusul.

Saat ini sudah pukul 1:20 dini hari. Selamat pagi!

.
Read also the latest articles:

Leave a Comment