Salam Rinduku dari Nagoya Daigaku Sta.

Di bawah rerimbunan pepohonan hijau yang tampak mulai memerah dedaunannya, terdapat pergerakan manusia, menunjukkan ragam aktivitasnya. Mobil melaju dengan kencang dan seksama saat mendekati lampu lalu lintas. Berduyun-duyun tampak orang-orang yang sudah menunggu tanda hijau diperbolehkannya pejalan kaki dan pengendara sepeda pit menyebrang, membelah jalan di antara puluhan kendaraan yang berhenti dengan tertibnya. Saat itu, sudah sore, menjelang magrib, kuhirup udara sore dari pedestrian Nagoya  Daigaku Sta. yang masih segar, sejuk. Suhu udara di handphone saya menunjukkan angka 18 derajat celcius.

Sebentar lagi, beberapa minggu ke depan di bulan ini dan tiga bulan ke depan, suhu udara akan semakin turun. Pentauan cuaca di handphone saya menunjukkan, dalam enam hari ke depan, suhu udara akan turun satu derajat celcius setiap harinya, hingga 10 derajat celcius. Mungkin di minggu-minggu depan akan mencapai di bawahnya.

Tampaknya, musim gugur sudah selesai. Saatnya tergantikan dengan musim dingin yang kabarnya akan diikuti dengan turunnya salju di kota ini. Turunnya suhu ini terlihat dari perilaku orang-orang sekitar dalam beberapa hari terakhir sudah mulai menggunakan busana panjang dari bahan yang relatif tebal. Sepertinya dalam beberapa hari ke depan saya juga akan seperti itu. Cuaca mengharuskan kita untuk segera beradaptasi.

Sudah seminggu, saya meninggalkan kampung halaman. Apabila dihitung mulai besok, sudah satu minggu saya tinggal di negeri sakura ini. Terbersit kerinduan saya pada kampung halaman, rindu pada keluarga, khususnya Ibu. Rindu itu juga terhadap suasana saat saya measuki ruang-ruang kelas perkuliahan. Saya rindu bercengkrama dengan mahasiswa dan mahasiswi yang santun sikapnya dan radikal pemikiran dan tindakannya. Ada keberanian, gairah dan semangat  yang menyala-nyala pada mereka yang membuat saya bangga. Setidaknya, dengan bersama mereka, saya dapat mengkondisikan pikiran dan semangat dalam jiwa ini untuk terus memiliki kemauan dan siap untuk menghadapi segala tantangan.

Nagoya Daigaku Sta. adalah stasiun subway yang terletak di tengah-tengah kampus. Setiap hari saya selalu melewati stasiun ini, baik saat pergi maupun pulang dari kampus. Sepertinya tempat ini adalah salah satu landscape paling cantik, yang menarik hati, di area kampus Nagoya University.

***

Hari ini Sabtu, hari libur. Saya tidak berangkat ke kampus. Saya tadi memang menuju kampus, tapi hanya lewat. Saya hari ini kembali mencari toko yang menjual daging ayam. Nama toko tersebut adalah Halaliya, terletak di belakang kampus Nagoya University. Saya ke kampus hanya ingin menjangkau toko Halaliya dengan jalan pintas melalui jalan-jalan kampus.

Tadi malam, setelah saya kemarin sore tidak berhasil mendapatkan toko yang menjual daging ayam halal dengan harga relatif murah itu, saya tanyakan itu kepada Mas Bangkit melalui Whatsapp. Dia adalah mahasiswa S3 di kampus ini, baru sekitar 10 hari dia sampai Nagoya. Cuma, dia sudah tinggal lama di sini, saat mengambil S2. Jadi, dia sudah banyak tahu spot-spot di sini. Dia membalas Whatsapp singkat dengan mengirimkan Maps tempat toko Halaliya.

Sebenarnya, kemarin saya sudah lewat di depan toko Halaliya itu. Sayangnya, nama toko tidak begitu besar. Di sini, memang nama-nama toko tidak begitu eye-catching, beda seperti kebanyakan toko di Indonesia. Jadi, saat mencari toko tersebut, saya tidak begitu perhatian dengan nama kecil yang akan kelihatan dengan jarak 5 meter saja.

Toko ini itu memang kecil, tapi menurut saya istimewa. Awal kali masuk, saya mencoba untuk melihat-lihat barang apa saja yang dijual di toko ini. Saya terkejut, ternyata toko ini tidak hanya menjual daging ayam, tetapi juga bahan makanan India, Timur Tengah maupun Asia Tenggara. Saya menemukan Parata, Paneer, Masala dan kerupuk yang biasa saya goreng saat di India. Ada daging sapi dan daging ayam yang merupakan produk dari Malaysia, sebagian dari Turki.

Sepertinya penjualnya sudah terbiasa dengan orang-orang Indonesia, dia bisa berbahasa Indonesia meskipun sedikit-sedikit. Sepertinya penjualnya dari India. Atau setidaknya, Bangladesh dan Pakistan juga lebih mendekati. Saya tanyakan, “apakah ini toko India?”

“Tidak, semuanya. Semua makanan Asia kita coba ada di sini, ada makanan untuk orang-orang Timur Tengah juga”, tandasnya.

Saya tadi membeli bubuk cabe seharga 110 Yen dan daging ayam 1.2 kg dari Turki seharga 450 Yen atau sekitar 60 ribu rupiah. Daging ayam tersebut dibekukan di dalam kulkas. Saat saya sampai di flat, berjalan sekitar 30 menit dengan jarak sekitar 2 km, daging ayam tersebut masih sangat beku. Pada akhirnya, untuk memasaknya, saya bilas terlebih dahulu dengan air agar bisa dipotong.

Dari itu semua, ternyata, juga mengingatkan saya saat masih S2. Kerindungan itu ternyata tidak hanya terhadap kampung halaman, tetapi juga tempat perantauan, saat merantau ilmu di Hyderabad selama dua tahun. Saat itu, saya juga masak sendiri, tidak begitu mengandalkan pada makanan dari luar. Itu semua dengan tujuan untuk berhemat, selain karena ingin makan makanan yang cita rasa khas Indonesia.

Di sini, kira-kira saya akan tinggal sebatas 80 hari. Waktu yang relatif singkat. Tinggal di negeri orang, setidaknya, mengingatkan saya akan cita-cita, untuk melanjutkan S3. Akan tiba saatnya di mana saya akan menghabiskan waktu setidaknya tiga kali 365 hari, dengan satu rutinitas utama, satu topik diskusi, menuliskannya mungkin lebih dari 365 halaman, disertasi!

Kerinduan itu ternyata adalah juga bagian dari harapan.

Semoga tahun depan. Segera!

.

Artikel Terkait:

Leave a Comment