Unej Juara I Lomba Debat Hukum Nasional UI – Press Hasil Wawancara

Foto bersama setelah sesi penyerahan hadiah oleh Wakil Dekan FHUI Bidang Mahasiswa dan Alumni (Mahalum). Dari kanan ke kiri: Wakil Dekan FHUI Parulian Aritonang, S.H., LL.M., Muhammad Bahrul Ulum, Insyirah Kresnawati dan Imron Rosadi

Tim debat Fakultas Hukum Universitas Jember (FHUJ) dari UKM Forum Kajian Keilmuan Hukum (FK2H) berhasil menorehkan prestasi membanggakan. Kali ini Piala Padmo Wahjono dalam Lomba Debat Hukum Nasional Universitas Indonesia berhasil diboyong ke kampus Tegalboto.

Tak tanggung-tanggung, tim yang beranggotakan Insyirah Kresnawati, Imron Rosadi dan Muhammad Bahrul Ulum berhasil mengalahkan tim kuat. Semisal tim Universitas Hasanuddin, Universitas Brawijaya dan perguruan tinggi lainnya baik negeri maupun swasta.“Sebelumnya tak pernah kami bayangkan jika kami berhasil mengalahkan tim-tim kuat seperti Universitas Hasanuddin, Universitas Brawijaya dan Universitas Parahyangan,” ujar Insyirah mengawali ceritanya. “Bayangkan di babak pertama saja kami harus menghadapi tim Universitas Hasanuddin sebagai Juara I Lomba Debat Mahkamah Konstitusi 2010 sekaligus merebut the best speaker,” jelas gadis berjilbab ini. Tak pelak ujian pertama ini dihadapi ketiganya dengan perasaan campur aduk. “Tapi tetap optimis”, tambahnya.

Namun dengan bekal nothing to loose dan persiapan yang matang ditunjang studi pustaka dan bimbingan dari Al Khanif, SH., MA., LLM sebagai dosen pembimbing, membuat anak-anak Tegalboto tampil tanpa beban. Tak pelak argumen-argumen tim Universitas Hasanuddin berhasil mereka patahkan semuanya. “Tema yang diberikan oleh dewan juri adalah Penghapusan Hak Veto Dari Dewan Keamanan PBB,” jelas Imron. Menurutnya, menghadapi tim kuat di pertandingan pertama membuat semangat mereka justru membara.

Untuk diketahui LDHN UI 2010 dilaksanakan tanggal 13-15 November 2010 lalu yang diikuti oleh 12 peserta dari perguruan tinggi negeri dan swasta. Tema yang diambil tahun ini adalah “Supremasi Konstitusi Dalam Mewujudkan Rule of Law”. Penilaian meliputi substansi materi, metodologi dan cara penyampaian. Dalam setiap pertandingan, juri akan memberikan tema tertentu dan mengundi pihak mana yang akan menjadi pihak yang pro dan kontra akan tema tadi. Setiap kali tampil, peserta dilarang menyampaikan identitas perguruan tingginya, bahkan dilarang keras memakai atribut semiasal jaket almamater bahkan sekedar pin universitas. Diharapkan dengan cara ini, independensi dewan juri dapat terjaga.

Di babak kedua, giliran Universitas Pakuan Bogor yang menjadi korban kegemilangan arek-arek Tegalboto. “Kebetulan kami menjadi pihak yang kontra untuk tema Pembatasan Pasar Ritel Demi Berkembangnya Pasar Tradisional,” ujar Muhammad Bahrul Ulum yang akrab dipanggil Arul ini. Walaupun mereka setuju Pasar Ritel dibatasi, namun di babak kedua ini mereka harus meyakinkan dewan juri sekaligus mematahkan argumen lawan agar Pasar Ritel tidak dibatasi. “Lucunya, dalam hati yang paling dalam kami sebenarnya setuju dengan pembatasan Pasar Ritel,” kata Arul lagi sambil tertawa.

Kalau sudah begini, mereka harus mengesampingkan pendapat pribadi dan harus mengeluarkan pendapat yang logis disertai dasar hukum yang tepat agar argumen mereka tak bisa dibantah oleh lawan. Di sinilah letak paling krusial lomba ini dan menjadi salah satu hal yang paling diamati oleh dewan juri. Pasalnya semua peserta pasti mendapat bagian pro dan kontra dalam setiap lomba.

Di babak final, mereka bertiga harus bertanding dengan sistem setengah kompetisi. Lawan pertama yang mereka hadapi adalah tim Unversitas Brawijaya dengan tema “Pengelolaan Sumber Daya Alam Sepenuhnya Oleh Pemerintah Daerah”. Kali ini tim Fakultas Hukum Universitas Jember berada di posisi yang pro. “Di babak final yang pertama ini kami benar-benar merasa di atas angin sebab semua argumen lawan dapat kami patahkan,” jelas Imron. Keberhasilan ini tak lepas dari kesalahan lawan dimana ketiga anggotanya memberikan argumen yang senada.

Di final kedua, kembali mereka bertemu lawan berat, yakni tim Universitas Parahyangan Bandung, tema yang dilombakan juga tak main-main, “Pembentukan Peradilan Hak Asasi Manusia (HAM) di ASEAN” dan kembali anak-anak Tegalboto berada di posisi yang kurang menguntungkan, yakni posisi kontra. “Padahal dari perkembangan terbaru, semua Menteri Luar Negeri ASEAN menyetujui pembentukan peradilan HAM ini,” tambah Arul.

Namun semangat pantang menyerah dengan didukung kepiawaian merangkai kata dengan alasan yang logis berhasil membawa tim Universitas Jember ke tangga juara. “Kami berhasil memberikan argumen jika pembentukan peradilan HAM ASEAN tak perlu karena sudah ada pengadilan HAM bentukan PBB semisal International Criminal Court di Den Haag Belanda,” urai Imron. Namun tak pelak babak final berlangsung hangat, terutama saat definisi HAM diperdebatkan.

“Kami bersyukur sekaligus bangga bisa mempersembahkan piala bProf. Padmo Wahjono untuk Universitas Jember. Namun pelajaran paling berharga yang kami dapatkan adalah adalah kami belajar banyak bagaimana berdebat yang sesuai etika dan dilandasi metodologi yang benar serta dilengkapi data dan fakta yang mendukung. Jadi bukan debat kusir ala jalanan,” kata Imron.

Kini Insyirah, Imron dan Arul berhasil membawa pulang piala bergilir, sertifikat dan uang pembinaan sebesar sepuluh juta rupiah. Namun tugas berat sudah menanti mereka. Yakni mempersiapkan tim debat hukum Universitas Jember yang akan bertanding tahun depan.

Sumber: Website Universitas Jember

.

Artikel Terkait:

Leave a Comment