Hari Kelima di Nagoya

Minggu awal setelah sampai di Nagoya, saya tidak begitu punya banyak waktu untuk bercerita. Hari ini, hari kelima, pukul 14.30 saya baru selesai semua urusan. Setidaknya untuk urusan hari ini.

Saya sebenarnya kemarin harus menemui pegawai administrasi untuk pembuatan ID dan password wifi, berikut kartu perpustakaan. Saya baru sempatkan hari ini. Saya dua hari yang lalu saya sudah bertemu dengan pegawai administrasi, diantar oleh supervisor saya, untuk mendapatkan kartu yang memiliki chip, digunakan untuk masuk kampus saat di jam tertentu (saat kampus masih dan sudah tutup).

Ternyata konfigurasi ID dan password wifi di sini membutuhkan waktu yang lama. Sejak pukul 11 pagi saya mencoba konfigurasi sesuai dengan step-step yang dituliskan, yang sebagian dalam bahasa Jepang. Konfigurasi mandiri tidak berhasil. Saya akhirnya kembali ke kantor administrasi untuk meminta bantuan konfigurasi jaringan tersebut.

Ini semua karena ketidaktahuan saya. Permasalahannya adalah saya tidak bisa masuk hotspot kampus sesuai dengan ID dan password yang diberikan. Saya menduga ada kesalahan pada salah satu ID dan password. Ini saya sampaikan kepada pegawai administrasi dan mereka mengkonfirmasi kepada bidang IT ternyata tidak ada masalah dengan ID dan password. Mungkin saya belum berhasil melalui step itu semua?

Pegawai administrasi pun juga bingung bagaimana cara membantunya. Seorang Ibu sekitar usia 50 tahun yang tidak begitu fasih berbahasa Inggris berusaha menjelaskan beberapa langkah yang harus saya lalui. Namun sepertinya, beliau kewalahan. Dipanggil seorang pegawai yang masih gadis yang cukup pandai berbahasa Inggris untuk menjelaskan semuanya. Saya menduga karena dia masih muda sehingga lebih baik dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dan mengkonfigurasi komputer dan internet.

Dia berusaha membimbing saya dengan penuh sabar. Menunjukkan langkah-langkah mana saya yang harus saya lakukan selanjutnya. Hingga pada akhirnya masih juga tidak berhasil. Dari mengkoneksikan pada jaringan wifi nuwnet1x hingga registrasi pada halaman internet kampus semuanya tidak berhasil.

Mereka berdua tampak sedikit panik, bingung. Datanglah seorang bapak yang kira-kira usia 50 tahun untuk membantu. Saya mengamati mereka bertiga yang sangat santun dalam berkomukasi. Bapak tersebut mengarahkan kembali langkah-langkah untuk memastikan semua langkah sudah dilalui. Setelah semua sudah dilalui, muncullah tombol konfirmasi email, yang sebenarnya saya sudah mengaktifkan itu. Saya sampaikan kepada mereka bahwa saya sudah melalui tahapan itu.

Ibu tadi meminta saya untuk mencoba menekan tautan itu satu kali lagi. Saya mencoba menekan kembali dan saya sampaikan bahwa tadi tampilannya berbeda dengan apa yang ada dalam instruksi. Selanjutnya saya diminta untuk menekan tautan di sebelahnya untuk memastikan bahwa itu adalah tautan yang dimaksud sesuai dengan instruksi dalam manual. Ternyata benar, setelah itu tautan mengantarkan pada halaman sesuai dengan instruksi yang ada dalam manual.

Saya melihat sangat santunnya mereka bertiga. Mereka berkomunikasi dalam bahasa Jepang yang sangat ramah dan halus. Sikapnya sangat lembut. Saya juga seringkali mendengar dari gadis tadi beberapa kali mengucapkan arigatoo gozaimasu, setidaknya dua kata itu yang saya ketahui yang artinya terima kasih.

Pada halaman itu, untuk saya bisa berhasil mengaktifkan internet saya, saya diminta untuk mengisi kuesioner sebanyak 30 pertanyaan. Isinya kurang lebih seperti terms and conditions, namun saya pengisi kuesioner diberikan hak untuk memilih setuju atau tidak. Apabila memilih tidak, diberikan satu kolom untuk menyampaikan alasannya. Saya membutuhkan beberapa waktu yang tidak terlalu lama mengisinya. Saya mencermati baik-baik isinya. Saya mencoba belajar bagaimana mereka membuat kontrak baku dalam bentuk pertanyaan disertai dengan pilihan-pilihan. Ini menarik bagi mahasiswa hukum, khususnya yang mendalami hukum perdata!

Setelah saya berhasil menjawab seluruh pertanyaan, saya menganggap seluruh step sudah selesai. Manual yang saya baca mengantarkan saya hanya pada tahap ini. Saya mencoba kembali masuk berselancar dengan internet. Saya gagal, saya tidak bisa masuk dengan ID dan password yang diberikan tadi.

Oh ya, saya hampir lupa. Mereka memberikan ID dan password masih dalam kondisi tersegel dan tertulis nama saya. Saya diberikan hak penuh untuk membuka dan mengetahui ID dan password tersebut. Dan ini berlaku saat saya mengisi ID dan password, mereka semuanya memalingkan muka untuk memastikan itu sebagai privasi saya.

Lalu, apa gunanya mereka mengetahui sedangkan ID dan password yang saya miliki tersebut ternyata tida bisa digunakan?

Gadis tersebut kemudian menunjukkan satu kertas yang berisi tahapan akhir untuk aktivasi internet. Saya diberitan alamat URL untuk mengaksesnya. Dia menyampaikan bahwa untuk bisa menggunakan jaringan, ada step akhir yang harus dilalui, yaitu mengganti password yang sudah diberikan tadi. Ini untuk memastikan bahwa password tersebut benar-benar confidential atau rahasia.

Saya diarahkan langkah-langkahnya. Ada satu halaman berisi memasukkan password lama dan password baru. Hal menarik adalah saat saya hendak mengganti password, gadis tersebut membalikkan mukanya hingga 90 derajat. Dia memahami betul privasi dan untuk memastikan dia tidak mengintervensi saya untuk password baru. Pada saat yang bersamaan, saya saja masih bingung kira-kira password apa yang harus diisi. Ditentukan bahwa password minimal 8 kata dengan kombinasi huruf kecil dan kapital disertai angka. 😀

Setelah saya berhasil mengganti password, saya diminta masuk jaringan wifi dengan ID dan password baru tadi. It works!

“Thank you for your kind help. I don’t know without your help I will not be able to access internet,” ucap saya.

“No problem,” jawab dia dengan singkat.

Sesaat setelahnya Ibu yang tadi ikut membantu kembali mendekati saya. Ini sebagai kebiasaan pegawai administrasi di sini sejak awal saya amati. Ketika saya datang, bukan saya yang harus datang menghadap kepada mereka. Sebaliknya, mereka yang datang mendekat kepada saya. Mereka memahami tugas dan perannya untuk memberikan pelayanan terbaik.

Ibu tadi mendekat dan menyampaikan bahwa saya perlu datang ke perpustakaan Graduate School untuk mengambil kartu perpustakaan. Saya memang sebelumnya menanyakan bagaimana saya bisa mengakses perpustakaan pusat yang informasi sebagai salah satu perpustakaan terlengkap di Jepang. Beberapa detik setelahnya, yang membuat saya terheran, saya mendapatkan email dari perpustakaan Graduate School untuk mengambil kartu perpustakaan saya. Administrasi mereka keren, mereka memenuhi permintaan saya pada saat itu juga. Ibu tersebut di akhir pembicaraan menyampaikan, “Sorry for inconvenience”.

Saya segera menuju perpustakaan di Graduate School, di lantai 4. Saya mendatangi ruang perpustakaan dengan sambutan dua petugas perpustakaan yang tidak terlalu formal dan sangat friendly. Mereka berdua mendekat dan langsung menyodorkan form yang berisi nama dan alamat email saya. Mereka ingin memastikan bahwa apa yang di dalam form itu adalah nama saya. Mereka tidak meminta menunjukkan saya ID card sebagai bukti otentiknya. Sebaliknya, saya hanya menunjukkan email yang baru saja dikirimnya.

Ini adalah kartu perpustakaan saya yang berlaku selama saya di sini, disertai dengan manual.

Setelah mereka membaca, saya langsung diberikan kartu perpustakaan yang bisa saya gunakan untuk mengakses

perpustakaan pusat.

“Apakah saya juga bisa akses sources di Asian Legal Exchange Plaza?” tanya saja.

Mereka menegaskan bahwa saya juga bisa mengakses semua resources di kampus ini, termasuk resources di Asian Legal Exchange Plaza.

Saya menuliskan artikel ini di sore hari setelah semuanya selesai. Saat ini waktu menunjukkan pukul 15:32.

Sampai jumpa di catatan berikutnya, besok!

.

Artikel Terkait:

Leave a Comment