Modern vs Tradisional

Banyak kalangan masyarakat, termasuk para ilmuwan, mengemukakan pendapat yang sering sampai pada kesimpulan bahwa tradisional adalah negasi dari modern. Hal-hal yang sifatnya tradisional cenderung dianggap kuno dan sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman dan masyarakat. Dapat dimaklumi bahwa pandangan ini muncul karena masyarakat dinamis. Mereka menginginkan unsur kebaruan untuk menemukan parameter baru akan kehidupannya.

Sayangnya, di antara mereka sering lupa bahwa meskipun unsur kebaruan adalah hal yang sangat penting, namun itu tidak secara otomatis selalu membawa kebaikan dan menawarkan hal-hal yang lebih baik dari apa yang sudah hidup dalam masyarakat.
Masing-masing, apa yang sudah mapan dan apa yang baru, selalu memiliki kelebihan dan kekurangan. Ini juga menandakan bahwa kebaruan yang sering diidentikkan dengan modernitas pun masih perlu dipahami adalah bagian dari proses eksperimen, tidak dalam tahap yang sekali jadi dan siap pakai. Dengan kata lain, dalam memahaminya tidak perlu ada semacam level antara modern dan tradisional.

Dalam negara yang multidimensi seperti Indonesia dan India, modernitas tampak berusaha mentransformasi kehidupan untuk lebih baik, menjadi jembatan perbaikan kualitas kehidupan. Tetap, modernitas tidak lepas sebagai bagian dari cita-cita atau bagian dari proses transformasi, sedangkan cita-cita dan realitas tentulah berbeda. Yang menarik adalah bahwa kita sering menemukan ada unsur tradisional yang tidak kalah bagus dari unsur modern, dan hal yang seperti itu tentu perlu dipertahankan. Tradisional tidak perlu dirobohkan hanya karena atas nama kehadiran modern. Tradisional tidak perlu pula untuk dipertentangkan dengan modern, namun unsur-unsur terbaik dari keduanya perlu disandingkan dan diselaraskan.

Terlepas dari itu, bahwa sebetulnya tradisional dan modern tidak lebih dari sekedar nomenklatur.

Leave a Comment