Orbituari

Orang tua menahan ragam, menyimpan rasa dan segudang pengalaman. Mereka banyak bercerita kpd kehidupan. Mereka pernah merasakan dan mengukir perjalanan kehidupannya, pernah merasakan masa muda dan manis getirnya kehidupan. Adalah masa dimana mereka mengenal dunia dan belajar tentang kehidupan, menuju masa dimana mereka memiliki generasi di bawahnya, sebagai penyambung kehidupan. Itulah takdir kehidupan dari Sang Hidup.

Namun, terkadang saya sebagai manusia juga sempat berpikir dalam kepenatan. Orang yang tua (dan dituakan) banyak yang seringkali tidak merasa bahwa dirinya itu sebetulnya melekat kebijaksanaan, dimuliakan, menjadi panutan, menentramkan, menghangatkan, dan menjadi pelipur lara. Mereka dan sikapnya sebetulnya adalah contoh bagi generasi masa depannya.

Meski pernah (atau sering) salah, sebagai manusia saya masih sadar akan kesopanan. Adalah bersikap sopan kepada generasi di bawah saya, terlebih juga menghormati orang tua yg merupakan generasi di atas saya, tidak boleh durhaka. Ini adalah rangkaian satu kesatuan dalam keluarga, rangkaian dalam satu perjalanan kehidupan, membentuk pola lintas generasi, sebagai hukum alam. Dan saat saya salah mohon diingatkan, saya pun dengan segera meminta maaf dan akan sangat berterima kasih, karena sdh bersedia meluruskan. Inilah kehidupan yang saling menguatkan.

Namun, di antara menjaga kesopanan itu juga kadang muncul pertanyaan-pertanyaan. Sempat terbesit dalam pikiran ini apa yang sebetulnya mereka inginkan, tidak mudah saya pahami. Jika saya salah, bagian mana yang harus saya lakukan dan perbaiki, selain daripada hanya menyalahkan. Itu juga tak dapat disimpulkan.

Atau ini adalah yg disebut bagian menjadi tua, mendiamkan yang muda daripada apa yang sebetulnya mereka inginkan, sedangkan yang muda hanya terus termangu dalam ketidakmengertian. Atau mungkin ini yg disebut dengan orbituari, atau justru menjadi orbituari yang hidup.

Wallahu A’lam.

Leave a Comment