Ketidaktegasan Media Terhadap Politik Industri Ekstraktif
Saat ini, industri ekstraktif di Indonesia semakin meluas. Usaha untuk mengeksploitasi kekayaan alam banyak terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Kompleksitas permasalahan regulasi industri ekstraktif tidak hanya menyisakan konflik agraria tetapi juga permasalahan keberlanjutan lingkungan dan pertarungan media.
Pertarungan media menghasilkan fragmentasi informasi yang berpengaruh pada persepsi publik. Media memiliki peran strategis untuk memecah pemahaman masyarakat untuk melanggengkan oligarki dalam upaya eksploitasi industri ekstraktif.
Independensi media menjadi pertanyaan di tengah sedikitnya media yang memiliki keberpihakan pada informasi yang seimbang dan merefleksikan permasalahan di lapangan. Pembatasan media juga menjadi penghambat akan hadirnya informasi yang seimbang.
Di Papua misalnya, pembatasan media berakibat terbatasnya informasi yang terjadi di wilayah tersebut. Pada saat adanya media yang menyajikan informasi di papua, Reuters misalnya, justru informasi yang disampaikan Reuters dianggap hoax oleh Pemerintah. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa Pemerintah ingin memanipulasi informasi di atas kebutaan masyarakat atas keadaan yang sebetulnya terjadi di Papua.
Papua menjadi salah satu kawasan yang memiliki beragam kekayaan alam. Hadirnya kekayaan alam menjadi kepentingan oligarki untuk dapat memeras habis keuntungan yang dimiliki wilayah tersebut. Ada kepentingan oligarki dan melibatkan Pemerintah untuk melindungi kepentingan oligarki tersebut. Tidak jarang kepentingan oligarki yang bertentangan dengan kepentingan usaha memakmurkan kesejahteraan masyarakat tersebut berakhir dengan kriminalisasi aktivis. Para aktivis yang menyuarakan hak masyarakat setempat berakhir dengan jalur hukum.
Baru-baru ini, aktivis yang menyuarakan Papua, Veronica Koman dan Dandhy Dwi Laksono harus berurusan hukum karena pernyataan kritisnya. Jauh sebelumnya ada Budi Pego yang harus dituduh komunis dan berurusan proses hukum karena menolak penambangan emas Tumpang Pitu di Banyuwangi.
Satu hal yang menyatukan keadaan tersebut di atas ditengarai peran media. Tampaknya, media-media di Indonesia masih kurang memiliki posisi kritis dalam menyajikan pemberitaan eksploitasi sumber daya alam. Baru-baru ini, pemberitaan Radar Jember menyajikan pemberitaan yang sangat bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya di Puger. Ini menjadi salah satu indikasi tidak seimbangnya informasi media.
Pada 27 Mei 2019, Radar Jember memberitakan kebaikan PT. Semen Imasco yang membangun jalan aspal bagi masyarakat. Faktanya, berdasarkan informasi masyarakat di lapangan, pembangunan jalan aspal ditengarai protes masyarakat atas kebisingan pembangunan PT. Semen Imasco yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari pemukiman masyarakat. Protes tersebut dilayangkan oleh masyarakat dengan mengumpulkan tanda tangan dengan menuntut ganti rugi. Hasilnya, PT. Semen Imasco melakukan pembangunan jalan sebagai reaksi dari protes masyarakat tersebut.
Keterbatasan media yang memberikan pencerahan dan keberimbangan informasi tersebut dibarengi semakin suburnya buzzer. Belakangan ini, buzzer memiliki peran strategis dalam memainkan media masa dengan menambahkan sumber rujukan yang berpihak pada kepentingan pemerintah dan oligarki. Kenyataan-kenyataan demikian menjadi tantangan baru terhadap kebebasan pers di Indonesia dan persepsi publik yang partisan terhadap informasi yang sesungguhnya terjadi di lapangan.
Dimuat di: kawanhukum.id