Tetaplah menjadi dirimu sendiri

Tinggal bersama banyak orang, berkelompok, menuntut kita untuk dapat menyesuaikan dengan alam sekitar. Banyak orang yang menginginkan kita untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Interaksi sosial mendorong kita untuk dapat saling memahami dan melengkapi sebagai bagian dalam menciptakan lingkungan yang harmonis.

Kira-kira demikian lah yang saya pahami. Demikianlah yang seringkali kehidupan mengajarkan saya betapa pentingnya untuk tidak menjadi manusia yang individualis. Beberapa teman saya menyebutnya kita jangan sampai menjadi manusia yang egois. Sikap individualis seringkali diyakini oleh lingkaran sosial saya sebagai perilaku yang kurang baik. Perilaku yang tidak cocok dimiliki oleh seseorang yang tinggal di lingkungan yang menjunjung kebersamaan, yang mendambakan masyarakat harmonis.

Saya menuliskan catatan ini bukan tanpa maksud. Setidaknya, saya berkali-kali dianggap oleh teman saya sebagai orang yang cenderung individualis. Saya mendapatkan masukan dari banyak teman saya yang dengan percaya dirinya mereka mengatakan itu sebagai kekurangan yang harus dibenahi. Terlebih bagi kita orang Indonesia yang katanya tidak lepas dari interaksi sosial, sebagai potret dan jati diri orang yang menjunjung tinggi nilai ketimuran.

Secara tidak langsung, banyak teman saya telah membuat penghakiman bahwa sikap saya selama ini dianggap cenderung individualis. Sikap itu tidak inkompatibel apabila saya tidak menyesuaikan diri. Saya dituntut untuk sesuai dengan apa yang lazimnya berlaku dalam tatanan yang sudah ada. Akan menjadi hal yang tabu apabila saya tidak menyesuaikan diri. Bisa jadi saya akan semakin dihakimi sebagai orang yang tertutup atau bahkan orang yang sombong.

Itulah risiko-risiko yang seringkali saya derita. Bagaimana keyakinan dan sikap yang selama ini saya anggap sangat efisien dibenturkan dengan apa yang dianggap sebagai nilai sosial yang sudah ada. Itu terjadi baik saat saya masih studi S1, S2, ataupun saat sudah bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi negeri. Sebenarnya saya mengakui sikap individulis tidak selamanya bagus. Saya berusaha untuk bisa memilah, menyeimbangkan diri pada situasi seperti apa saya harus menjadi seorang individu atau menunjung kebersamaan.

Sayangnya, seringkali dalam tatanan masyarakat ini, kebersamaan menjadi hal yang teristimewa. Saat kita terlarut dalam kebersamaan hak-hak individu dapat dengan mudah tersisihkan. Pengakuan diri sebagai seorang manusia harus melebur menjadi kesatuan masyarakat. Pengakuan diri sebagai orang yang perlu diakui sebagai manusia yang terlahir dengan hak-hak yang melekat dapat diabaikan begitu saya. Privasi, kesejajaran, kepemilikan adalah hal yang mutlak dimiliki setiap orang. Persahabatan sekalipun harus menghargai ini, apalagi saat dihadapkan dengan senioritas. Tapi begitulah masyarakat kita, pada saat kebersamaan itu kita junjung lahir senioritas yang kemudian dengan mudahnya merampas hak individu kita. Atau seringkali pengakuan tiap anggota sebagai individu manusia.