Akhir Tahun dan Refleksi
Banyak di antara kita sekalian, saat antara penghujung tahun dan permulaan tahun, bereuforia untuk mengadakan acara (bahkan pesta) pergantian tahun. Perayaan ini sudah lazim, yaitu tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh penjuru dunia. Mereka menyambutnya dengan sangat gembira dan bersuka cita.
Sangatlah wajar jika mereka merayakannya. Memang seolah pergantian tahun itu sebagai suatu tradisi yang telah mengakar pada berbagai lapisan masyarakat. Dan peringatan ini pun,akhirnya, telah ‘dikeramatkan’, mungkin karena alasan melestarikan warisan nenek moyang. Bahkan lama kelamaan cenderung ‘diberhalakan’. Saya mengatakan demikian karena senyatanya memang demikian.
Jika kita berpandangan sedikit berbeda, maka penilaian tentang pergantian tahun pun akan ikut berbeda pula. Pandangan berbeda tersebut adalah yang membedakan dengan kebanyakan orang, yaitu pandangan yang tidak sekadar melihat dari satu sisi, melainkan juga pada sisi lainnya yang berkaitan. Artinya, penyambutan tahun baru dengan kegembiraan itu perlu kita telusuri secara lebih mendalam tentang positif dan negatifnya. Dalam kalimat lain, perlu ditelusuri mengapa kita merayakan pergantian tahun baru yang kebanyakan sangat berlebihan itu, jika kita juga tetap saja tidak lebih baik daripada tahun sebelumnya dan sebelum-sebelumnya. Apa yang kita cari? Apa pula yang kita dapatkan?
Mari kita mencoba merefleksikan diri secara lebih jujur dan objektif demi kebaikan kita sendiri, termasuk hal-hal apa saja yang akan kita dapatkan pada pesta pergantian tahun itu, melainkan kesenangan semata. Sedangkan kesenangan itu berpuncak pada keinginan, bukan kebutuhan. Sedangkan skala prioritas itu selalu mendahulukan kebutuhan ketimbang keinginan.
Meskipun kita telah berhasil melakukan apa yang telah kita lakukan dalam setahun terakhir, apakah harus perayaan pergantian tahun itu dilakukan, apa lagi dengan sangat berlebihan itu? Bukankah yang harus kita lakukan adalah melakukan yang lebih baik dan yang terbaik daripada apa yang telah kita lakukan?
Jika perayaan pergantian tahun dilakukan atas nama persahabatan, kekeluargaan atau apalah itu namanya, apakah tiada kegiatan lain yang lebih bermanfaat untuk kita lakukan daripada perayaan pergantian tahun baru tersebut?
Bukankah seharusnya kita bersedih dengan setiap pergantian tahun baru! Kenapa? Karena kesempatan kita untuk melakukan kebaikan di tahun ini telah hilang, kesempatan untuk melakukan kebaikan pada seluruh usia kita juga telah berkurang. Begitu halnya yang lebih penting lagi adalah usia kita juga semakin berkurang, masa kita menetap di dunia semakin menyusut pula. Sedangkan kita tidak pernah menyadari akan hal itu, apalagi menyesali dengan air mata.
Ketika kesempatan itu sangat banyak, kita hanya bersenang-senang. Sedangkan kala kesempatan itu semakin menipis bahkan tiada lagi, kita hanya meratapinya dengan penuh penyesalan. Sebelum semuanya terlambat mari kita berpikir sejenak akan semua hal tentang itu.
Itu semualah yang seharusnya menjadi perenungan di akhir tahun. Dalam perenungan itu harusnya dilakukan pula dengan berdoa, berdoa di pergantian tahun dengan memohon kebaikan yang terus mengalir, seraya melakukan hal-hal yang baik supaya hidup ini tidak sia-sia. Jadi, hidup itu bukan untuk kesenangan belaka, melainkan untuk kebahagiaan yang berorientasi pada masa depan yang lebi baik.
Belum lagi, bagi yang beragama Islam. Apa yang telah mereka lakukan pada pergantian tahun Hijriyah? Apakah sebanding kesukacitaan pada pergantian tahun baru Hijriyah dengan tahun baru Masehi?
Bahkan di antara kita banyak pula yang tidak merayakan tahun baru Hijriyah sesuka cita tahun baru Masehi. Wujud suka cita di tahun baru Hijriyah itu sangat jelas, yakni dengan senantiasa berdoa kepada Sang Khaliq, sedangkan wujud suka cita di tahun baru Masehi itu untuk apa? Saya masih belum tahu jelasnya, tapi kebanyakan adalah untuk mengumbar kesenangan pribadi, kesenangan duniawi. Dari situ jelas, banyak ketimpangan yang telah dan akan kita perbuat.
Belum lagi, seringkali pada pergantian tahun Masehi itu, karena begadang hingga larut malam membuat kita terkantuk-kantuk sehingga melewatkan Shalat Shubuh. Benarkan itu sesuai dengan Islam sebagai agama anda? Banyak sekali waktu yang emas tersita untuk sesuatu yang jelas tidak bisa disebut kebermanfaatan.
Dengan merenungkan semua itu, semoga akan membuat kita kembali berpikir dan mungkin sebagian tersentak hatinya, untuk melakukan yang lebih baik dan lebih bermanfaat ketimbang pemberhalaan pergantian tahun yang telah dan akan dilakukan. Tentunya, karena apa yang kita lakukan itu (peringatan tahun baru Masehi) senyatanya adalah euforia belaka, bukan kesukacitaan yang sesungguhnya, kebahagiaan yang kita cari.
Wallahu A’lam.
(Muhammad, 31 Desember 2012)