Memahami Lebih Jauh Kemunculan Komisi Negara di Indonesia
Judul Buku: Kedudukan Hukum Komisi Negara di Indonesia Penulis : Dr. Lukman Hakim, S.H., M.Hum. Penerbit : PPS UB, Puskasi Univ. Widyagama Malang dan Setara Press Tahun : Juli, 2010 Jumlah Halaman : xvi + 335 halaman Peresensi: Muhammad Bahrul Ulum, Mahasiswa Fakultas Hukum UJ Resensi: Diterbitkan di Majalah Konstitusi 2011
Awalnya, buku yang ditulis oleh Lukman Hakim ini merupakan hasil karya ilmiah S3 dengan judul “Eksistensi Komisi-Komisi Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” untuk meraih gelar doktor pada PDIH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Lukman memamaparkan dengan jelas mengenai keberadaan komisi-komisi negara yang saat ini tengah hangat diperbincangkan di Indonesia.
Perkembangan lembaga-lembaga baru selain lembaga-lembaga negara yang telah eksis menjadi fenomena menarik dan penting untuk dicermati. Pemerintahan yang dijalankan berdasarkan ajaran trias politica oleh kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam perkembangannya berbanding lurus dengan permasalahan yang muncul dan dihadapi oleh negara. Keberadaan cabang kekuasaan tersebut justru dipandang tidak mampu berjalan efektif dalam menyelesaikan permasalahan ketatanegaraan. Oleh karena itu, berkembang dan dibentuk badan atau lembaga yang bersifat ad hoc dan mandiri.
Masalah penataan kelembagaan negara tersebut melalui komisi-komisi negara sebagai lembaga negara pembantu (state auxiliary agencies), dapat pula disebut sebagai self regulatory agencies, independent supervisory bodies atau lembaga yang menjalankan fungsi campuran (mixed function), yaitu sebagai fungsi kontrol, fungsi regulatif, fungsi administratif dan fungsi penghukuman. Namun, pembentukan komisi-komisi negara tersebut belum didasarkan pada konsepsi yang utuh untuk sebuah sistem ketatanegaraan yang ideal sehingga masih terdapat tumpang tindih kewenangan.
Kehadiran komisi-komisi negara merupakan bagian dan desain kelembagaan negara yang bertumpu pada prinsip pemencaran kekuasaan sebagai sebuah pilihan yang merupakan reaksi terhadap politik orde baru. Keberadaan komisi-komisi negara merupakan sebuah permasalahan yang krusial terkait pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangannya, yaitu strategis tidaknya sebuah komisi akan sangat ditentukan oleh kuat dan lemahnya kedudukan komisi tersebut dibandingkan lembaga-lembaga negara yang lain. Di samping itu, apakah komisi-komisi ini berkedudukan sejajar dengan lembaga negara lain seperti Presiden, DPR, MPR, MA, MK dan lain-lain, atau sebatas subordinasi dari lembaga-lembaga negara tersebut.
Dalam buku ini, Lukman Hakim berusaha untuk memaparkan dengan jelas mengenai apakah keberadaan komisi-komisi negara dapat dikualifikasikan sebagai lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia serta mengenai bagaimana pelembagaan komisi-komisi negara berdasarkan UUD 1945. Sehingga dapat ditemukan kualifikasi lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia sebagai tolok ukur dari penentuan eksistensi komisi-komisi negara.
Implikasi hukum atas desain dan kriteria kelembagaan negara berkaitan dengan penataan sistem hukum nasional, termasuk mengenai pola dan mekanisme penyelesaian sengketa secara hukum. sedangkan implikasi politik berkait dengan desain kelembagaan sebagai instrumen demokrasi dan konflik kekuasaan.
Menurutnya, pembentukan lembaga-lembaga negara (termasuk komisi negara) harus mempunyai landasan berpijak yang kuat dan paradigma yang jelas sehingga keberadaannya membawa kemanfaatan bagi kepentingan publik pada umumnya dan bagi penataan sistem ketatanegaraan pada khususnya.
Konsolidasi kelembagaan negara untuk penataan kelembagaan negara yang sesuai dengan cetak biru UUD 1945 harus segera dilakukan. Lembaga-lembaga negara sekunder hbersifat ad hoc seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibutuhkan karena dorongan kenyataan fungsi lembaga-lembaga yang ada sebelumnya dianggap tidak maksimal atau tidak dapat diharapkan efektif melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pada awalnya, pembentukan komisi-komisi negara tersebut sangat dibutuhkan oleh Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak nampak gerakan yang dilakukan bahkan program-program kerjanya belum dapat diketahui secara transparan oleh masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan komisi-komisi negara di Indonesia perlu dikaji ulang, mengingat keberadaannya justru akan menambah beban anggaran sehingga demi tercapainya efisiensi dan efektivitas. Pengelompokan dilakukan baik dalam hal substansi pengaturan maupun dalam pelembagaan yang mengacu pada fungsi kelembagaannya. Selanjutnya dengan ukuran-ukuran organisasi negara modern berupa efektif, efisien dan berkeadilan, pengelompokan dapat dilanjutkan dengan pengelompokan berikutnya (regrouping).
Justru saat ini bertebarannya komisi-komisi negara menjadi persoalan utama karena keberadaannya tidak dibentuk berdasarkan desain konstitusional sebagai payung hukumnya. Keberadaannya berdasarkan pada isu parsial dan insidentil sebagai jawaban khusus terhadap persoalan yang tengah dihadapi Negara Indonesia. Terkait banyaknya komisi negara di Indonesia, maka sangat berpotensi pula menimbulkan dan terjadinya sengketa kewenangan komisi negara.
Secara keseluruhan, masalah utama dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia terletak pada tidak adanya acuan makna di dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara sehingga menjadi tugas utama negara untuk mengawal makna dalam kehidupan bernegara. Buku yang berjumlah 335 halaman ini menawarkan alternatif mengenai pemaknaan kelembagaan negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
.
Artikel Terkait: